KATA PENGANTAR
Dengan
semangat, tekad dan kekuatan semua kebajikan, dan keyakinan terhadap triratna,
Buddha, Dhamma, dan Sangha, akhirnya perjuangan untuk menyelesaikan makalah ini
dapat dituntaskan. Semoga makalah ini benar-benar bisa memberikan manfaat untuk memenuhi tugas makalah Pokok-pokok Dasar Agama
Buddha dan juga dunia pendidikan terutama
sekolah-sekolah buddhis.
Penulis
menyampaikan ucapan terimakasih atas bimbingan, motivasi, dan bantuan yang
bersifat materiil maupun
moril, sehingga penulis makalah “Tridharma” dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan
terimakasih ini penulis haturka kepada: Andri Sariputro, S.Ag.
Disadari
oleh penulis bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu, dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritikan dan saran dari semua
pihak untuk menyempurnakan makalah ini.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca dalam
meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan dalam kehidupan
sehari-hari.
Jakarta,
14 Maret 1012
Mettacittena,
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kita mengenal tentang Tridharma tetapi kebanyakan kita
hanya mengetahui ajaran itu dari luarnya saja. Kadang kita hanya bisa
mengatakan bahwa ajarannya itu hanyalah seperti ajaran Buddha yang sering kita
lihat dalam kehidupan sehari-hari.
Tetpi kita jarang mengenal lebih dalam tentang ajaran
Tridharma tersebut, maka darisitulah penulis membahas tentang ajaran Tridharma dalam
suatu wadah makalah sehingga dihrapkan para pembaca akan lebih mudah untuk
memahami tentang ajaran dari Tridharma tersebut.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulis
mempunyai tujuan bahwa dengan penulisan makalah ini dapat menambah
wawasan dan dapat mempermudah pembaca dalam memahami “ Ajaran Tridharma”
1.3 Manfaat
Somoga makalah ini dapat bermanfaat untuk penulis sendiri dan untuk
pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Agama Tridharma
A. Agama Buddha dan Ajarannya
Kira-kira 2520 tahun yang lalu di kota
Kapilawastu, daerah Madyadesa India Utara (kini republik Nepal) Sidharta
Gautama lahir. Nama Sidharta mempunyai arti “Yang terkabul cita-citanya.”
Ayahnya adalah seorang raja dari dinasti Sakya, namanya Suddhodana dengan
permaisurinya yang bernama Mahamaya. Kelahiran Sidharta diceritakan bukan
dengan cara biasa, menurut kepercayaan agama Buddha
Mahamaya bermimpi ada seekor gajah putih bertaring 4 dan sebuah bintang
bersudut 6 yang bersinar terang jatuh dari langit turun kedalam perutnya.
Sayangnya tidak lama setelah kelahiran Sidharta, ibunya meninggal pada hari ke-7.
Sejak berumur 7 tahun Sidharta suka bertapa salah
satunya Jhana pertama. Hal itu membuat ayahnya khawatir dan memanggil para
Brahmana. Para Brahmana mengatakan bahwa pangeran Sidharta akan meninggalkan
kedudukannya sebagai putera mahkota dan menjadi seorang Budha. Tanda-tanda
ketika waktu itu tiba: pertama, dia melihat orang yang telah lanjut usia;
kedua, dia akan melihat orang sakit; ketiga, dia akan melihat orang yang
meninggal. Singkat cerita ramalan itu
terbukti benar. Sidharta kemudian mencari jawaban atas kehidupan manusia.
Pada usia ke 35 tahun Sidharta mencapai penerangan
sempurna di bawah Pohon Bodhi, Bodh-Gaya. Kemudian setelah mencapai
kesempurnaan, dia mulai mengajarkan ajarannya untuk pertama kali di Isipathana
dekat Benares kepada lima orang pertapa. Ajarannya pertama kali disebut Cattur
Arya Sattyani (empat kesunyataan mulia) dan Hasta Arya Marga (delapan jalan
utama). Empat kesunyataan mulia diungkapkan sebagai berikut:
1. Semua bentuk kehidupan adalah penderitaan (Dukkha).
2. Penderitaan disebabkan oleh nafsu atau keinginan
yang rendah (Tanha).
3. Dengan
lenyapnya Tanha lenyap pula Dukkha dan itulah Nirwana.
4. Cara atau jalan untuk melenyapkan Dukkha adalah
delapan jalan utama.
Delapan jalan utama itu, adalah:
1. Pengertian yang benar.
2. Pikiran yang benar.
3. Ucapan yang benar.
4. Perbuatan yang benar.
5. Mata pencaharian yang benar.
6. Daya upaya yang benar.
7. Perhatian yang benar.
8. Konsentrasi yang benar.
Menurut kepercayaan pengikut agama Buddha peristiwa
ini dikenal sebagai hari suci Asadha. Di kemudian hari Sidharta memaparkan
ajarannya sebagai Mahjima Pattipada atau jalan tengah. Jalan tengah mempunyai
pengertian menghindari dua hal yang ekstrem yaitu: hidup dengan berfoya-foya
dan bersenang-senang, memuaskan nafsu inderanya secara berlebihan, dan bersifat
rendah Manfaat jalan tengah tersebut menurut pengikut Buddha: memberikan
kedamaian, pengetahuan, penerangan, melenyapkan kebodohan, nafsu jahat dan serakah
yang merupakan sumber dari penderitaan.
B. Agama Tao dan Ajarannya
Pendiri agama Dao adalah Lao Tze. Sedangkan kitab sucinya
Tao-Tse-Djing. Hingga kini tidak ada kesepakatan tentang sejarah kehidupan
tokoh Lao-Tze. Salah satu acuan dalam riwayat hidup Lao Tze sendiri didapatkan
dari tulisan sejarah Sma Tjhien (Sima Yin) pada abad pertama sebelum masehi.
Menurut sejarah yang disusun Sima Yin, Lao-Tse adalah orang dari desa Tjhii-ren,
kecamatan Lai, kabupaten Khu, Negara Tjhuu. Nama
pribadinya adalah Er, alias Tan dan nama keluarganya adalah Li.
Ia menjabat pengurus arsip kerajaan Tjou. Ada dua bagian dalam kitab
Tao-Tse-Djing, yaitu Shang-sia-phien (Baca. Bagian pertama dan kedua).
Ajarannya disebut Tao. Istilah Tao lazimnya berarti suatu jalan
atau suatu cara bertindak. Tao
merupakan bahan dasar yang menyusun segala sesuatu. Tao bersifat
sederhana tanpa bentuk tanpa upaya berpuas diri sepenuhnya. Tao sudah
ada sebelum adanya langit dan bumi. Dalam proses sejarah waktu manusia makin jauh
dari keadaannya yang sempurna. Kitab Lao Tse yang dikenal sebagai kitab
Tao-Tse-Djing juga mengajarkan Te. Istilah Te tidak dapat
diidentikan dengan ‘kebajikan’ seperti yang digunakan oleh para penganut agama
KongHuCu. Karena Lao Tze sendiri mengacu istilah Te untuk mengacu kepada
sifat-sifat atau kebajikan yang alami, naluriah, asli, yang dilawankan dengan
sifat-sifat atau kebajikan yang diberikan pekokoh sosial atau pendidikan.
Asas dasar Taoisme: “Bahwa seharusnya manusia
menyelaraskan diri dan tidak menentang hukum-hukum hakiki alam semesta.”
Segenap lembaga buatan atau segenap upaya adalah hal-hal yang salah. Bahwasanya
segenap upaya adalah salah tidaklah berarti bahwa segenap kegiatan adalah
salah, melainkan bahwa memaksakan diri mengusahakan sesuatu yang berada diluar
jangkauan merupakan suatu kekeliruan. Mereka yang memahami akan nasib tidak akan
mengupayakan sesuatu yang berada diluar jangkauan pengetahuan Maka yang hakiki
ialah pandangan kedepan, pertimbangan serta pertimbangan secara bijak, mengenai
mana yang dapat dikerjakan serta cocok, dan mana yang baik. Selain kitab
Tao-Tse-Tsing ada tulisan lain oleh tentang Taoisme. Kitab itu disebut Chuang
Tsu yang ditulis oleh Chuang Tsu. Kitab itu mengajarkan bahwa hidup ini nisbi.
Nisbi ini berlaku dalam masalah kesusilaan. Kitab Chuang Tsu mengatakan:
Gerak langit dan bumi berjalan menurut tatanan yang
mengagumkan, namun tidak pernah memperkatakannya. Keempat macam musim melihat
adanya hukum-hukum yang jelas, namun tidak membicarakannya. Segenap alam diatur
oleh asas-asas yang cermat, namun dia tidak pernah menerangkannya. Manusia
bijaksana menembus rahasia tatanan langit dan bumi, dan memahami sepenuhnya
asas-asas alam. Demikianlah manusia sempurna tidak berbuat apapun, dan manusia
besar yang bijaksana tidak menimbulkan apapun. Artinya, mereka sekedar
merenungi alam semesta.
Maka, hal yang menjadi prinsip dasariah adalah Wu
Wei (Jangan Berbuat Apapun). Hal ini merupakan perintah termashyur bagi
penganut Taoisme. Hal ini tidak berarti manusia bersikap pasif. Namun diharapkan
manusia tidak berbuat yang tidak alami atau yang tidak serta merta. Yang pokok
adalah tidak memaksakan diri melakukan apapun yang diluar kemampuan. Contoh:
Pemanah. Jika kita melakukan lomba memanah dengan
memaksakan diri untuk mendapatkan hadiah sekeping emas dan tidak menghasilkan
apa-apa. Namun lebih baik bersikap santai dan mahir jika ketepatan tembaknya
tidak menghasilkan apapun.
Taoisme menggarisbawahi unsur yang bersifat tidak
sadar, intuituf, serta merta. Taoisme mengajarkan bahwa hidup ini sudah diatur
dan tidak perlu mengkhawatirkan apa yang harus kita kerjakan. Prinsip Wu Wei
dilambangkan dengan Yin Yang. Yin Yang adalah simbol bagi
penganut ajaran Tao.
C. Agama KongHuCu dan Ajarannya.
Agama KongHucu memiliki istilah asli yaitu Ru Jiao
yang berarti agama daripada kaum yang taat, yang lembut hati, yang beroleh
bimbingan atau terpelajar. Istilah KongHuCu dalam bahasa Indonesia diserap dari
bahasa Inggris Confucianism, alasan sarjana Barat tidak menggunakan
istilah Ru Jiao adalah karena peran Nabi Kongzi di dalam kitab Ru
Jiao. Hal ini mungkin terasa janggal karena lewat sejarah diketahui bahwa
kitab Ru Jiao sudah ada jauh sebelum Kongzi (Konfusius) lahir.
Kitab suci agama KongHuCu merupakan kanonisasi dari
kitab-kitab dan dokumen-dokumen sejarah yang ada sebelumnya. Yang paling tua
ditulis oleh Raja Tang Yao (2357-2255 S.M.), Yu Shun (2255-2205 S.M.), Mengzi/Mencius
(371-289 S.M.). Maka Kongzi pernah mengatakan:
Aku hanya meneruskan, tidak menciptakan. Aku sangat
menaruh percaya dan suka kepada ajaran dan kitab-kitab kuno itu. Di dalam diam
melakukan renungan, belajar tidak merasa jenuh, dan mengajar orang lain tidak
merasa capai.
Ru Jiao
disempurnakan dan digenapkan oleh Tian, Agama yang dibawakan oleh nabi
Kongzi yang telah diutus dan dipilihnya, sebagai Mu Duo atau genta
rohaninya mengembalikan dunia kepada jalan suci/ sabda suci dan ditutup oleh
ajaran Mengzi yang mengerakkan dan meluruskan jalan penafsiran dan pelaksanaan
ajaran KongHuCu. Menurut Tjhie Tjay Ing, proses ajaran Mu Duo, sebagai
berikut:
Jalan Suci (Dao) yang dibawakan Ru Jiao
atau agama Khonghucu yang tertulis di ayat terakhir kitab suci Si Shu
atau Mengzi VII B: 38 “dari yao dan shun sampai cheng
tang Sing Thong yang kurang lebih selisih waktunya 500 tahun; orang-orang
seperti Yu dan GaoYao/Koo Yao masih dapat langsung dapat
mengenalnya (dari sumbernya langsung), tetapi Cheng Tang mengenalnya
hanya karena mendengar lisan. Dari Cheng Tang sampai raja Wen/Bun
lebih kurang 500 tahun jarak waktunya; orang-orang seperti Yi Yin/I
Ien dan Laizhu/Laycu masih dapat mengenalnya tetapi raja suci Wen
hanya bisa mendengarnya, dari raja wen sampai nabi Kongzi juga
selisih jaraknya 500 tahun; orang-orang seperti Taigong Wang/Thaikong
dan Sanyisheng/ San Gi Shing masih dapat langsung mengenalnya, tetapi
nabi Kongzhi mengenal hanya dengan mendengar. Dari saat nabi Kongzhi
hidup, walaupun baru 100 tahun tidak ada yang meneruskannya (Ajaran Jalan
Suci). Tetapi Han Yu/Han Ji pada 768-824 masehi meneruskannya dan
ia dijuluki bapak kebangkitan Neo-Konfucianisme yang hidup pada jaman
dinasti Tang/Tong (618-905 masehi), dalam salah satu karya tulisnya menegaskan:
“Adapun jalan suci itu ialah yang diteruskan Yao kepada Shun; Shun pada Yu; Yu
kepada Cheng Tang; Cheng Tang kepada raja suci Wen, raja Wu dan nabi Zhougong
dan Ciukong Tan; raja Wen, raja wu, dan nabi Zhougong dan kepada Nabi Kongzi
dan nabi Kongzi kepada Mengzi.
Konfusius memiliki golden rule, dalam
mendefiniskan keadaan timbal balik: “Tidak mengerjakan hal-hal kepada orang
lain, yang kita sendiri tidak menginginkan mereka mengerjakan hal-hal tersebut
kepada kita. Konfusius sangat menekankan pendidikan kepada
orang-orang banyak. Selain Chun Tzu (orang baik-baik), masyarakat kelas
bawah juga dapat dididik untuk memperoleh pengetahuan. Konfusius berpendapat:
“Tidak seorangpun dapat dipandang sebagai seorang Chun Tzu atas dasar
keturunan; ini semata-mata merupakan masalah prilaku dan watak.” Inilah yang
menjadi landasan bahwa Konfusius sangat menekankan pendidikan dengan dasar Li
atau kepantasan-kepantasan dalam bersikap dan bertindak
2.2 Pedoman Kebaktian Tridharma
Kebaktian umum
1.
Persiapan
umum
2.
Awal
upacara
3.
Penyerahan
Hio kepada pimpinan kebaktian
4.
Mohon
doa
5.
Doa
tridharma (pembuka)
6.
Pengembalian
hio kepada pimpinan pembantu
7.
Penancapan
hio
8.
Tridharma
gita
9.
Pembacaan
paritta wandana dan tisarana
10.
Penghormatan
altar
11.
Vihara gita
12.
Meditasi
dengan mantram om mani padme hum
13.
Doa
pengantar kotbah
14.
Bimbingan
dharma/ khotbah dharma
15.
Pembacaan
parita penutup
16.
Dana
paramita
17.
Doa
tridharma penutup
18.
Gita
rumah sentosa
19.
Penghormatan
altar
20.
Pengumuman/penutup
kebaktian
2.3 Hariraya Tridharma
A. Buddha :
Waisak
( Si Gwe Cap Go), yang memperingati 3 peristiwa penting dalam sejarah hidup
Sakyamuni Buddha, Yaitu Kelahiran (623 SM), Mencapai penerangan Sempurna (592
SM), dan Mencapai Parinirwana/Mangkat (543 SM).
Asadha ( Lak Gwe Cap Go ), Yang memperingati hari pertama kali nya Sakyamuni Buddha berkotbah di dunia yaitu di Taman Rusa Isipatana, Benares kepada lima Pertapa ( Kaundinya, Asvajit, Bhadrika, Mahanama, Kasyapa ).
Hari Avalokitesvara ( Kuan Im Po Sat ), Yaitu Ji Gwe Cap Kaw (Mangkat)
Hari lahir Maitreya, yang di peringati setiap Cia Gwe Ce It bertepatan dengan Tuhan Baru Imlek / Sin Cia
Asadha ( Lak Gwe Cap Go ), Yang memperingati hari pertama kali nya Sakyamuni Buddha berkotbah di dunia yaitu di Taman Rusa Isipatana, Benares kepada lima Pertapa ( Kaundinya, Asvajit, Bhadrika, Mahanama, Kasyapa ).
Hari Avalokitesvara ( Kuan Im Po Sat ), Yaitu Ji Gwe Cap Kaw (Mangkat)
Hari lahir Maitreya, yang di peringati setiap Cia Gwe Ce It bertepatan dengan Tuhan Baru Imlek / Sin Cia
B. Khong Hu Cu / Khung Fu Tze :
Hari
lahir Nabi Khong Hu Cu : Pwe Gwe Ji Cit ( Tahun 551 SM )
Hari Wafat Nabi Khong Hu cu : Ji Gwe Cap Pwe ( Tahun 479 SM )
Hari Wafat Nabi Khong Hu cu : Ji Gwe Cap Pwe ( Tahun 479 SM )
C. Taoisme :
Hari
Lahir Nabi Lo Cu / Lao Tze : Jie Gwe Cap Go ( 571 SM )
Cio Ko / Chau tu ( Rebutan/keng Ho Peng) : Cit Gwe Cap Go S/d Cit Gwe Sa Cap
Hari Toapekong Naik ( Dewa Dapur / Cao Kun Kong ) : Cia Gwe Ce Sie
Hari Topekong Turun ( Dewa Dapur / Cao Kun Kong ) : Cia Gwe Ce sie
Hari Lahir Koan Kong / Kuan Te Kun : Lak Gwe Jie Sie
Hari Lahir Hok Tek Ceng Sin : Jie Gwe Ce Jie & Pwe Gwe Cap Go
Hari Lahir Hian Tian Siang Tee : Sa Gwe Ce Sa
Hari Lahir Sain Jin Ku Po : Cit Gwe Cap Sa
Hari Lahir Han Tan Kong : Sa Gwe Cap Go
Cio Ko / Chau tu ( Rebutan/keng Ho Peng) : Cit Gwe Cap Go S/d Cit Gwe Sa Cap
Hari Toapekong Naik ( Dewa Dapur / Cao Kun Kong ) : Cia Gwe Ce Sie
Hari Topekong Turun ( Dewa Dapur / Cao Kun Kong ) : Cia Gwe Ce sie
Hari Lahir Koan Kong / Kuan Te Kun : Lak Gwe Jie Sie
Hari Lahir Hok Tek Ceng Sin : Jie Gwe Ce Jie & Pwe Gwe Cap Go
Hari Lahir Hian Tian Siang Tee : Sa Gwe Ce Sa
Hari Lahir Sain Jin Ku Po : Cit Gwe Cap Sa
Hari Lahir Han Tan Kong : Sa Gwe Cap Go
D. Tridharma
:
Tahun Baru Imlek ( Sin Cia ) :Cia Gwe Ce It
Cap Go Me : Cia Gwe Cap Go
Keng Ti Kong : Cia Gwe Ce Kaw
Ceng Beng / Cing Ming ( Ziarah Makam ) : 4 atau 5 April
Peh Cu : Go Gwe Ce Go
Tiong Ciu : Pwe Gwe Cap Go
Tiong Ciu : Pwe Gwe Cap Go
Persembanyangan Tridharma : Jie Gwe 15, Jie Gwe 18, Jie Gwe 19
Hut Tridharma : 27 Juni
Hari Tridhrama : ( Hut Bpk Tridharma / Kwee Tek Hoay ) : 31 Juli
Puja Bakti Dana Tridharma : 1 Agustus s/d 31 Desember
Hari Sekolah Minggu Tridharma : 13 Juli
Tahun Baru Imlek ( Sin Cia ) :Cia Gwe Ce It
Cap Go Me : Cia Gwe Cap Go
Keng Ti Kong : Cia Gwe Ce Kaw
Ceng Beng / Cing Ming ( Ziarah Makam ) : 4 atau 5 April
Peh Cu : Go Gwe Ce Go
Tiong Ciu : Pwe Gwe Cap Go
Tiong Ciu : Pwe Gwe Cap Go
Persembanyangan Tridharma : Jie Gwe 15, Jie Gwe 18, Jie Gwe 19
Hut Tridharma : 27 Juni
Hari Tridhrama : ( Hut Bpk Tridharma / Kwee Tek Hoay ) : 31 Juli
Puja Bakti Dana Tridharma : 1 Agustus s/d 31 Desember
Hari Sekolah Minggu Tridharma : 13 Juli
2.4 Kriteria Tempat Ibadah
A. Kuil Tridhrma
1.
Altar Pemujaan
2. pemujaan tersebut menggunakan peralatan miniml: dupa/setngi, lilin, pelita,bungga, sesaji, bedug, genta.
3. pengelola tempat ibadah tersebut adalah badan atau lembaga yang bersiftkan Buddha Tridharma.
4. Tempat teersebut nyata-nyata sebagai tempat pemujaan dan bersifat terbuka untuk umum.
5. diakui dan dijamin sepenuhnya oleh pengurus MARTRISIA.
2. pemujaan tersebut menggunakan peralatan miniml: dupa/setngi, lilin, pelita,bungga, sesaji, bedug, genta.
3. pengelola tempat ibadah tersebut adalah badan atau lembaga yang bersiftkan Buddha Tridharma.
4. Tempat teersebut nyata-nyata sebagai tempat pemujaan dan bersifat terbuka untuk umum.
5. diakui dan dijamin sepenuhnya oleh pengurus MARTRISIA.
B. Cetia Tridhrma mempunyi
1.
Syarat kuil Tridharma
2. Tempat ceramh atau kotbah
2. Tempat ceramh atau kotbah
C. Vihara Tridhrma mempunyi
1.
Syarat kuil Tridharma
2. kuti
3. Tempat rahib melaksanakan fungsi Sangha
2. kuti
3. Tempat rahib melaksanakan fungsi Sangha
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas penulis menyimpulkan bahwa Tridharma merupakan
perpaduan antara tiga kepercayaan yaitu Budddha, Khong Hu Cu, dan Taoisme yang
kemudian dipaduakan menjadi satu dan kemudian disebut sebagai Tridharma. Tridharma merupakan perpaduan dari tiga ajaran besar yang saling mengisi, melengkapi dan yang
dalam pelaksanaan prakteknya sudah menjadi satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Meskipun antara ketiga ajaran tersebut menyebarkan pelajaran agung bagi kehidupan
dengan metode penjabaran dan pendekatan yang berbeda, tetapi mengadung inti
ajaran yang sama yaitu mengajarkan
ilmu ketuhanan untuk keselamatan manusia dan dunia serta menyadarka manusia
untuk mencapai kebahagiaan sejati sebagai tujuan terakhir.
3.2 Saran
Semoga setelah pembaca membaca makalah ini
pembaca bisa menjadi lebih mengerti dan lebih memahami tentang ajaran
Tridharma.
DAFTAR PUSTAKA
Bakti. 1995. Tridharma,
Seikat Bunga Rampai. Jakarta: Yayasan Balai Kitab Tridharma Indonesia.
Pedoman kebaktian tridharma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar